Ketahanan Jasa Konstruksi Dalam Menghadapi MEA

Indonesia, sebagai salah satu negara konstruksi terbesar, wajib memiliki cara untuk bagaimana jasa-jasa konstruksi yang ada atau berasal dari Indonesia memiliki komitmen dalam hal pembangunan. Meskipun teknologi sekarang sudah semakin maju, jasa-jasa konstruksi di Indonesia tetap harus mempertahankan jasa mereka agar tidak kalah bersaing dengan kemajuan teknologi tersebut. Di tahun ini kita memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dimana para penyedia jasa konstruksi di Indonesia harus berkompetisi dalam menghadapi era tersebut. Pada kondisi sekarang ini, hasil survei oleh Japan Bank for International Cooperation pada tahun 2013 Indonesia berada pada tingkat pertama sebagai negara tujuan investasi. Hal ini tentunya menjadi tumpuan bagi Indonesia agar tetap bisa bersaing dengan teknologi serta negara lain di ASEAN yang lebih maju.
Hasil survei oleh Japan Bank for Internasional Cooperation (JBIC) pada tahun 2013 terhadap MNCs Jepang menempatkan Indonesia sebagai peringkat pertama negara tujuan investasi, dimana pada tahun 2004 Indonesia berada pada peringkat ke-7 dan pada tahun 2009 berada pada tingkat ke-8.
Menjelang berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Indonesia harus berkompetisi dengan 10 negara ASEAN lainnya. Indonesia harus memfokuskan SDM yang bekerja sebagai jasa konstruksi. Pada tahun 2025 -2030, dibutuhkan setidaknya tambahan 175 ribu insinyur pertahun untuk mendorong industri dan special econnomic zone. Dengan diterapkannya AEC, tambahan kebutuhan ini perlu ditangani segera. Jika terlambat, potensi insinyur asing untuk mengisi gap yang ada menjadi besar. Insinyur-insinyur dari negara lain akan dengan mudah masuk ke Indonesia dengan ‘membonceng’ lewat proyek-proyek yang didapat negara tersebut. Selain itu, daya saing insinyur Indonesia sangat tertinggal sehingga perlu kerja keras dan mengejar ketertinggalan tersebut. Pasar Indonesia yang sagat besar hanya menjadi assembling, sementara par insinyur yang memilik kompetensi belum banyak mendapatkan pengakuan, bahkan untuk tingkat ASEAN. Sayangnya, Indonesia hanya memiliki kurang dari 200 orang insinyur per satu juta penduduk.

Dilihat dari hal tersebut, Indonesia tentu harus memberi pengetahuan bagi para calon-calon insinyur di Indonesia. Selain itu sebagai insinyur profesional yang memegang sertifikiat memperoleh status dan kemandirian profesi insnyur di Indonesia yang akan memberikan dampak strategis bagi bangsa dalam hal peningkatan daya saing nasional, khususnya dalam menghadapi persaingan global. Serta meningkatkan potensi dalam persaingan global, khususnya di ASEAN Economic Community (AEC), atau MEA. Indeks daya saing Indonesia masih dibelakang Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailland. Indonesia tentu harus meningkatkan jumlah insinyur agar mengurangi kebutuhan insinyur asing. Ada kemungkinan kekurangan insinyur tahun 2015-2025 hingga 10.000/tahun akan diisi insnyur asing.
Brunei Darussalam kali ini tidak termasuk dalam laporan ini.

Pada Global Infrastructure Index 2014-2015, berturut-turut Singapura, Malaysia, Thailand, Indonesia. Vietnam dan Phillipines menunjukan akses untuk ”supply chain”, mata rantai jalur logistik, di beberapa negara ASEAN terdapat ketimpangan. Singapura, terutama untuk moda transportasi laut dan udara, berfungsi sebagai ASEAN HUB, pusat kegiatan atau simpul kedua moda tersebut. Untuk moda angkutan kargo laut, pelabuhanTj. Priok pert tahun melayani lebih dari 5 juta TEUs (twenty feet equivaent units) sedangkan Singapuran 10x lipat dan Malaysia 5x lipatnya. Jumlah penumpang di Bandara SOETTA per tahun mencapai 65 juta orang hampir sama dengan bandara Changi Singapura. Bedanya mayoritas 75% penumpang di SOETTA dari domestik dan di Changi semuanya internasional.


Terakhir, sektor konstruksi Indonesia diklaim menjadi kunci pertumbuhan ekonomi ASEAN. Dirjen Bina Konstruksi Kementrian PU dan Perumahan Rakyat YT mengatakan sektor konstruksi nasional memliki daya saing lebih dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya. Presiden JKW telah memutuskan untuk mempercepat pembangunan proyek-proyek infrastruktur dalam 5 tahun ke depan. Hal ini akan membuat Indonesia menjadi pasar kontsruksi terbesar di ASEAN dengan nilai proyek sebesar 267 miliar USD.

You Might Also Like

0 comments