Indonesia, sebagai salah satu negara konstruksi terbesar, wajib memiliki cara untuk bagaimana jasa-jasa konstruksi yang ada atau berasal da...
Indonesia, sebagai salah satu negara konstruksi
terbesar, wajib memiliki cara untuk bagaimana jasa-jasa konstruksi yang ada
atau berasal dari Indonesia memiliki komitmen dalam hal pembangunan. Meskipun
teknologi sekarang sudah semakin maju, jasa-jasa konstruksi di Indonesia tetap
harus mempertahankan jasa mereka agar tidak kalah bersaing dengan kemajuan
teknologi tersebut. Di tahun ini kita memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) dimana para penyedia jasa konstruksi di Indonesia harus berkompetisi
dalam menghadapi era tersebut. Pada kondisi sekarang ini, hasil survei oleh Japan Bank for International Cooperation
pada tahun 2013 Indonesia berada pada tingkat pertama sebagai negara tujuan
investasi. Hal ini tentunya menjadi tumpuan bagi Indonesia agar tetap bisa
bersaing dengan teknologi serta negara lain di ASEAN yang lebih maju.
Menjelang berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA),
Indonesia harus berkompetisi dengan 10 negara ASEAN lainnya. Indonesia harus
memfokuskan SDM yang bekerja sebagai jasa konstruksi. Pada tahun 2025 -2030,
dibutuhkan setidaknya tambahan 175 ribu insinyur pertahun untuk mendorong
industri dan special econnomic zone.
Dengan diterapkannya AEC, tambahan kebutuhan ini perlu ditangani segera. Jika
terlambat, potensi insinyur asing untuk mengisi gap yang ada menjadi besar. Insinyur-insinyur dari negara lain akan
dengan mudah masuk ke Indonesia dengan ‘membonceng’ lewat proyek-proyek yang
didapat negara tersebut. Selain itu, daya saing insinyur Indonesia sangat
tertinggal sehingga perlu kerja keras dan mengejar ketertinggalan tersebut.
Pasar Indonesia yang sagat besar hanya menjadi assembling, sementara par insinyur yang memilik kompetensi belum
banyak mendapatkan pengakuan, bahkan untuk tingkat ASEAN. Sayangnya, Indonesia
hanya memiliki kurang dari 200 orang insinyur per satu juta penduduk.
Dilihat dari hal tersebut, Indonesia tentu harus
memberi pengetahuan bagi para calon-calon insinyur di Indonesia. Selain itu
sebagai insinyur profesional yang memegang sertifikiat memperoleh status dan
kemandirian profesi insnyur di Indonesia yang akan memberikan dampak strategis
bagi bangsa dalam hal peningkatan daya saing nasional, khususnya dalam
menghadapi persaingan global. Serta meningkatkan potensi dalam persaingan
global, khususnya di ASEAN Economic Community (AEC), atau MEA. Indeks daya
saing Indonesia masih dibelakang Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailland.
Indonesia tentu harus meningkatkan jumlah insinyur agar mengurangi kebutuhan
insinyur asing. Ada kemungkinan kekurangan insinyur tahun 2015-2025 hingga
10.000/tahun akan diisi insnyur asing.
Brunei Darussalam kali ini tidak termasuk dalam laporan ini. |
Pada Global Infrastructure Index
2014-2015, berturut-turut Singapura, Malaysia, Thailand, Indonesia. Vietnam dan
Phillipines menunjukan akses untuk ”supply
chain”, mata rantai jalur logistik, di beberapa negara ASEAN terdapat ketimpangan.
Singapura, terutama untuk moda transportasi laut dan udara, berfungsi sebagai ASEAN HUB, pusat kegiatan atau simpul
kedua moda tersebut. Untuk moda angkutan kargo laut, pelabuhanTj. Priok pert
tahun melayani lebih dari 5 juta TEUs (twenty
feet equivaent units) sedangkan Singapuran 10x lipat dan Malaysia 5x
lipatnya. Jumlah penumpang di Bandara SOETTA per tahun mencapai 65 juta orang
hampir sama dengan bandara Changi Singapura. Bedanya mayoritas 75% penumpang di
SOETTA dari domestik dan di Changi semuanya internasional.
Terakhir, sektor konstruksi Indonesia diklaim menjadi kunci pertumbuhan
ekonomi ASEAN. Dirjen Bina Konstruksi Kementrian PU dan Perumahan Rakyat YT
mengatakan sektor konstruksi nasional memliki daya saing lebih dibanding negara-negara
Asia Tenggara lainnya. Presiden JKW telah memutuskan untuk mempercepat
pembangunan proyek-proyek infrastruktur dalam 5 tahun ke depan. Hal ini akan
membuat Indonesia menjadi pasar kontsruksi terbesar di ASEAN dengan nilai
proyek sebesar 267 miliar USD.